Senin, 06 Juni 2016

Kasus Dimensi Polusi dan Penyusutan Sumber Daya

Kasus Dimensi Polusi dan Penyusutan Sumber Daya
“THE OK TEDI COPPER MINE”

1.    Latar Belakang Perusahaan
BHP (berubah nama menjadi BHP Billiton sejak 2001 setelah merger dengan BillIton PLC) didirikan di Australia pada tahun 1885 sebagai perusahaan yang bergerak dalam penemuan, pengembangan, produksi sumber daya, pemasaran biji besi, baja, batu bara, tembaga, gas dan minyak, berlian, perak, emas, timah, seng, dan beberapa sumber daya alam lainnya. Pada abad 20, perusahaan menjadi pemimpin pasar global dalam tiga bidang operasi bisnis: mineral, minyak, dan baja.  Pada 1967, Papua Nugini menunjuk BHP untuk mengembangkan tambang guna mengeksplotasi simpanan tembaga terbesar yang ditemukan pada tahun 1963 di dataran tinggi bagian barat Papua Nugini. Pemerintah kemudian secara resmi memberikan izin untuk pembentukan kelompok Ok Tedi Mining Company   Limited   (OTML),   sebuah   perusahaan   patungan   yang   didirikan   untuk mengembangkan tambang Ok Tedi. Tambang ini dimiliki oleh BHP sebanyak 52%,
pemerintah Papua Nugini memiliki 30%, dan Inmet Mining Corporation, perusahaan Kanada, memiliki 18%.

2.    Permasalahan yang Terjadi
Tambang ini akan menggunakan teknik  tambang terbuka konvensional untuk mengekstrak sekitar 30 juta ton bijih tembaga dan 55 juta ton limbah batuan setiap tahun. UU Pertambangan tahun 1976 mengharuskan kontrol lingkungan konvensional digunakan oleh OTML untuk meminimalkan kerusakan lingkungan, termasuk fasilitas penyimpanan besar di belakang bendungan yang akan digunakan untuk menyimpan sekitar 80% tailing dan limbah yang dihasilkan oleh tambang. Pembangunan fasilitas penampungan limbah tailing dimulai pada 1983, setahun sebelum tambang dijadwalkan beroperasi. Namun pada tahun 1984 tanah longsor menghancurkan fondasi bendungan penampungan limbah   tersebut.   OTML   meminta   kepada   pemerintah   untuk   mengijinkan   tambang dibangun  tanpa fasilitas  pembuangan limbah, atau  pembukaan tambang  tidak sesuai dengan  waktu   yang   dijadwalkan.   Pemerintah   Papua   Nugini   kemudian   mengijinkan tambang beroperasi tanpa fasilitas penampungan limbah.
Efek dari pembuangan limbah ini mulai terlihat pada hutan hujan sekitar sungai Ok Tedi dan Fly pada 1980-an ketika tingkat sedimen dari sungai meningkat lebih dari empat kali lipat, dari level alami sebelumnya 100 bagian per juta menjadi 450-500 bagian per juta. Di banyak tempat, sedimen dan batu menaikkan tingkat dasar sungai sampai dengan 5-6 meter, meningkatkan frekuensi banjir dan luapan air. Sedimen di hutan yang terendam   air   mengurangi   tingkat   oksigen   dalam   tanah,   akar   pohon   dan   vegetasi mengalami  kekurangan  oksigen,  dan secara bertahap membunuh  mereka (efek  yang disebut  dieback). Wilayah hutan yang mati terus bertambah dari 18 km di tahun 1992 menjadi 480 km pada tahun 2000 dan diperkirakan pada akhirnya meningkat menjadi antara 1.278 km dan 2,725 km Limbah juga mengakibatkan menurunnya jumlah ikan di sungai hingga 90%.
Kejadian-kejadian   ini   tidak   serta   merta   membuat   pemerintah   Papua   Nugini
menutup tambang OTML. Hal ini dikarenakan Pemerintah Papua Nugini dan sebagian masyarakat   Papua   Nugini   telah   bergantung   secara   ekonomi   pada   tambang   ini. Keberadaan tambang ini telah membawa perubahan,  sejak mulai beroperasi tambang telah menyumbang sekitar $ 155.000.000 per tahun berupa royalti dan pajak kepada pemerintah. Selain itu, tambang mempekerjakan sekitar 2.000 pekerja langsung dan 1.000 lain yang bekerja untuk kontraktor yang disewa untuk menyediakan layanan dukungan ke tambang, ditambah beberapa ribu orang yang memberikan barang dan jasa untuk para penambang   dan   keluarga    mereka. Tambang   ini   juga   telah   mendirikan   Fly   River Development   Trust   untuk   memastikan   bahwa   warga   hilir   di   sepanjang   sungai   menerima   beberapa   manfaat   ekonomi   dari   tambang   perusahaan. Kontribusi   sekitar   $3.000.000 pertahun diberikan kepada yayasan, yang digunakan untuk mengembangkan daerah dengan membangun 133 balai desa, 40 kelas, 2 perpustakaan sekolah, 400 lampu dan pompa tenaga matahari, 600 tangki air, 23 klub perempuan, dan 15 klinik. Karena ketergantungan   inilah   mereka   tidak   ingin   tambang   tutup   meskipun   tambang   tetap melanjutkan   membuang   200.000   limbah   setiap   harinya   ke  sungai   Ok   Tedi   dan malapetaka lingkungan tetap berlanjut.. Pada September 1999 BHP telah mendiskusikan beberapa pilihan bersama pemerintah Papua Nugini, tetapi pada Januari 2000 perusahaan belum   bisa   memutuskan   apa   yang  harus   dilakukan   terhadap   bencana   yang   terus bertambah.

3.    Analisis Kasus Berdasar Teori Etika Dan Lingkungan
Kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh Ok Tedi Copper Mine memberi dampak yang tidaklah kecil terhadap alam Papua Nugini. Di antaranya adalah :
A.      Pencemaran Air
OTML   sebagai   kelompok   penambangan   yang   ditunjuk   untuk   melakukan   proyek eksplorasi bahan tambang di Papua Nugini, memberikan dampak negatif pada air di sungai Fly yang mengalir ke bagian timur dan berakhir di Lautan. Terjadinya sedimentasi di dasar sungai dan adanya kandungan dari sisa tembaga yang diekstraksi sebanyak 0.02 miligram per liter, mengakibatkan menurunnya jumlah ikan di sungai sebesar 90% yang mempengaruhi pada berkurangnya pasokan makanan bagi masyarakat, dan juga menghilangnya   beberapa   spesies   ikan   dan   organism   dari   perairan.   Selain   itu, pendangkalan yang terjadi berakibat pada sulitnya kano (merupakan alat transportasi yang digunakan masyarakat) untuk digunakan. Pada saat terjadinya curah hujan yang tinggi, bisa terjadi banjir karena tidak mampunya lagi sungai untuk menampung jumlah air.
B.       Pencemaran Tanah
Sebagai   lanjutan   dari   polusi   air,   pencemaran   tanah   terjadi   akibat   dari   banjir   yang membawa serta kandungan bahan kimia ke atas tanah dan merusak tanaman kebun desa, terutama yang berada di sekitar sungai. Sedimen yang terbawa ke hutan sekitar sungai membuat   kadar   oksigen   dalam   tanah   berkurang,   sehingga   akar   pohon   dan  vegetasi lainnya kekurangan oksigen dan dapat mengakibatkan kepunahan dari hutan itu sendiri
C.       Penyusutan Spesies dan Habitat
Dari kedua pencemaran tersebut, dapat dilihat bahwa apa yang dilakukan oleh OTML mengakibatkan terjadinya penyusutan spesies dan habitat di Papua Nugini. Berkurangnya ikan   dan   tanaman   yang   merupakan   komoditas   ekonomi   sederhana   masyarakat   (dan merupakan   budaya   masyarakat),   digantikan dengan   ekonomi   yang   lebih   modern (merubah gaya hidup masyarakat). Dalam kasus ini, OTML telah melakukan pelanggaran etika seperti yang dijelaskan di bawah ini:
1.        Etika ekologi
Etika ekologi adalah sebuah etika yang mengklaim bahwa kesejahteraan dari bagian-bagian non-manusia di bumi ini secara intrinsik memiliki nilai tersendiri dan bahwa,   karena   adanya   nilai   intrinsik   ini,   kita   manusia   memiliki   tugas   untuk menghargai dan mempertahankannya. Dalam kasus ini perusahaan tambang OTML serta Pemerintah Papua Nugini jelas telah mengabaikan etika ekologi. Lingkungan merupakan   bagian   dari   sistem   ekologi   yang   harus   dihargai   dan   dipertahankan. Perusahaan OTML justru membuang limbah sisa penambangannya ke sungai Ok Tedi dan   Pemerintah   Papua   Nugini   menyetujuinya,   hal   ini   tentunya   menimbulkan pencemaran lingkungan.  
Selama hampir dua dekade terakhir, setiap harinya tambang telah membuang limbah tambang sebesar 80.000 ton dan 120.000 ton limbah bebatuan ke sungai Ok Tedi, yang mana mengalir ke sungai Fly, kemudian mengalir ke bagian timur Papua Nugini dan kemudian berakhir di lautan. Penumpukan limbah yang berkelanjutan telah merusak ekologi hutan hujan tropis dan rawa yang dialiri oleh sungai dan telah menghancurkan   desa   yang   berada   di   tepi   sungai,   dimana   50.000   penduduk memanfaatkan sungai untuk bercocok tanam dan memancing ikan.
2.    Etika hak lingkungan blackstone
Menurut Blackstone, lingkungan yang nyaman bukanlah sesuatu yang kita semua ingin miliki : tapi sesuatu dimana yang lain berkewajiban untuk memungkinkan kita memilikinya.  Pada kasus ini OTML memiliki  kewajiban  untuk memastikan
bahwa  masyarakat  disekitar tambang memiliki  lingkungan yang  nyaman. OTML
telah melakukan sebagian kewajibannya dengan membangun sarana dan prasarana
sosial bagi masyarakat di sekitar tambang. Diantaranya mereka telah membangun
fasilitas kesehatan yang menurukan tingkat kematian bayi di daerah sekitar tambang dari 27% menjadi sekitar 2%, dan angka harapan hidup sekitar 30 tahun menjadi lebih dari 50 tahun. Tidak hanya itu, kejadian malaria pada anak-anak di daerah sekitar menurun dari 70% menjadi kurang dari 15%, dan pada orang dewasa menurun dari 35%   menjadi   kurang   dari   6%.   Namun,   OTML   juga   berkewajiban   menyediakan lingkungan yang nyaman yang bebas dari pencemaran limbah sisa penambangan, yang sayangnya tidak dipenuhi oleh OTML, karena pencemaran lingkungan yang terjadi akibat dari proses produksi
3.    Etika utilitarian terhadap pengendalian polusi
Dalam salah satu teori pendukung utilitarian yaitu biaya pribadi dan biaya
sosial,   salah   satu   kelemahan   teori   ini   menyebutkan   bahwa   sejauh   tidak   wajib membayar   biaya   eksternal,   perusahaan   tidak   akan   tertarik   untuk   menggunakan teknologi yang mampu mengurangi atau menghapuskan biaya tersebut. Inilah yang terjadi pada kasus OTML, perusahaan merasa tidak wajib membayar biaya yang timbul dari pembuangan limbah ke sungai Ok Tedi yang mengakibatkan kerusakan lingkungan jangka panjang. Studi menemukan meskipun tambang harus ditutup tetapi sedimen yang sudah ada di sungai akan terus dapat membunuh hutan disekitar sungai untuk masa 40 tahun. Perusahaan tidak memikirkan bahwa jika ada biaya eksternal yang harus dibayar, berapa biaya yang harus dibayar untuk memperbaiki kerusakan hutan di sekitar sungai selama 40 tahun. Perusahaan lebih memilih tidak membangun tempat membuangan limbah, dengan alasan lokasi tempat pembuangan limbah rawan longsor, sehingga akan membuat perusahaan mengeluarkan banyak biaya jika harus membangun kembali penampungan limbah setiap kali terjadi longsor
4.    Penyelesaian : tugas-tugas perusahaan
a. Meminta pihak yang menyebabkan polusi untuk mengganti rugi.
Dalam hal ini, OTML sudah melakukan kewajibanmnya untuk mengganti rugi tuntutan atas pencemaran yang telah dilakukan, sebesar $500 juta, dimana $90juta dibayar tunai kepada 30.000 orang yang tinggal di sepanjang sungai Ok Tedi dan Fly, $35 juta dibayarkan kepada penduduk desa yang tinggal di sepanjang   sungai   Ok   Tedy,   dan   $375   juta   (10%   kepemilikan   saham   di tambang, akan digunakan oleh pemerintah Papua Nugini. Selain itu OTML akan   menerapkan   rencana   bendungan   tailing   dalam   rangka   memenuhi kewajiban untuk memasang alat-alat pengendali polusi.


KESIMPULAN DAN SARAN
Pada   akhirnya,   keputusan   BHP   (sebagai   pemilik   mayoritas)   untuk   tidak memperpanjang kontrak dan memutuskan untuk berhenti melakukan penambangan adalah kebijakan yang paling tepat. Sekalipun timbul masalah lain berupa pukulan ekonomi dan sosial kepada masyarakat nasional, provinsi, dan lokal terutama bagi masyarakat yang telah bermigrasi ke daerah tambang, pemerintah dapat mengalokasikan tenaga kerja mereka ke sector pertanian dan peternakan yang merupakan budaya awal mereka. Sehingga tidak akan terjadi lagi kekurangan pasokan pangan dan naiknya harga pangan.
Kasus ini merupakan contoh dari pelanggaran atas etika yang berhuhubungan dengan alam. Dengan harapan, kasus ini menjadi contoh agar negara-negara lainnya terutama negara berkembang tidak mudah memberikan perijinan menyangkut tambang yang bisa merusak lingkungan, walaupun memberikan hasil yang menjanjikan, karena harus dipikirkan dampak ke depannya, terutama bagi generasi selanjutnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar